Siswa SMA di Indonesia berkemungkinan mempunyai potensi dan kemampuan yang sangat luar biasa untuk bersaing dengan siswa dari negara yang lebih maju seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan yang dinilai mampu dalam bidang matematika sains, dan membaca. Berdasarkan hasil kajian dan pengalaman empiris diketahui bahwa membaca merupakan salah satu rahasia sukses siswa dari negara maju tersebut. Disadari bahwa kebiasaan membaca siswa SMA belum sepenuhnya tumbuh menjadi budaya. Oleh karena itu, kebiasaan membaca harus ditumbuhkembangkan di sekolah sebagai bagian dari pendidikan di SMA. Dalam rangka membudayakan kebiasaan membaca, Direktorat Pembinaan SMA memprogramkan pembinaan peningkatan minat membaca siswa SMA melalui gerakan literasi sekolah. Pada program tersebut, sekolah bersama dengan pemangku kepentingan lainnya memfasilitasi dan menggerakkan budaya membaca siswa.
Panduan ini merupakan referensi bagi kepala
sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua untuk memahami literasi
dan menerapkannya di SMA. Substansi dari panduan ini akan terus dikembangkan.
Oleh karena itu, saran dan masukan dari warga sekolah dan pemangku kepentingan
sangat diperlukan. Semoga panduan ini dapat memberikan inspirasi dan inovasi
bagi sekolah untuk melaksanakan program literasi dan menumbuhkembangkan budaya
minat baca.
Pada abad ke-21 ini, kemampuan
berliterasi peserta didik berkaitan erat dengan tuntutan keterampilan membaca
yang berujung pada kemampuan memahami informasi secara analitis, kritis, dan
reflektif. Akan tetapi, pembelajaran di sekolah saat ini belum mampu mewujudkan
hal tersebut. Pada tingkat sekolah menengah (usia 15 tahun) pemahaman membaca peserta
didik Indonesia (selain matematika dan sains) diuji oleh Organisasi untuk Kerja
Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD—Organization for Economic Cooperation and
Development) dalam
BACA JUGA : DESAIN INDUK GERAKAN LITERASI SEKOLAH
Programme for
International Student Assessment (PISA).
PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke- 57
dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta
didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor ratarata OECD
496) (OECD, 2013). Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012.
Dari kedua hasil ini dapat dikatakan bahwa praktik pendidikan yang dilaksanakan
di sekolah belum memperlihatkan fungsi sekolah sebagai organisasi pembelajaran
yang berupaya menjadikan semua warganya menjadi terampil membaca untuk
mendukung mereka sebagai pembelajar sepanjang hayat. Berdasarkan hal tersebut,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan gerakan literasi sekolah
(GLS) yang melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai
dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan. Selain
itu, pelibatan unsur eksternal dan unsur publik, yakni orang tua peserta didik,
alumni, masyarakat, dunia usaha
dan
industri juga menjadi komponen penting dalam GLS.
GLS dikembangkan berdasarkan sembilan agenda
prioritas (Nawacita) yang terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud,
khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8, dan 9. Butir Nawacita yang dimaksudkan adalah
(5) meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia; (6) meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa
Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; (8)
melakukan revolusi karakter bangsa; (9) memperteguh kebinekaan dan memperkuat
restorasi sosial Indonesia.
Empat butir Nawacita tersebut terkait
erat dengan komponen literasi sebagai modal pembentukan sumber daya manusia
yang berkualitas, produktif dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis.
Untuk melaksanakan kegiatan GLS,
diperlukan suatu panduan yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Desain
Induk Gerakan Literasi Sekolah (2016). Buku Panduan GLS ini berisi penjelasan
pelaksanaan kegiatan literasi yang terbagi menjadi tiga tahap, yakni:
pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran beserta langkah-langkah operasional
pelaksanaan dan beberapa contoh praktis instrumen penyertanya.
Panduan ini ditujukan bagi kepala
sekolah, guru, dan tenaga kependidikan untuk membantu mereka melaksanakan
kegiatan literasi di SMA.
Selengkapnya Download Panduan LaterasiSekolah di SMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar